Seismolog mengembangkan sebuah sistem yang bisa digunakan untuk mendeteksi pemunculan tsunami hanya dalam hitungan menit setelah gempa terjadi.
Sistem itu, yang disebut dengan nama RTerg, diharapkan dapat membantu menurunkan jumlah korban dengan memberikan waktu lebih lama bagi penduduk untuk mengungsi ke tempat aman.
Pengembangan teknologi yang dilakukan oleh peneliti dari Georgia Institute of Technology itu dipublikasikan di jurnal Geophysical Research Letters.
“Kami mengembangkan sistem yang secara real time berhasil mengidentifikasi gempa skala 7,8 di Sumatera pada 2010 sebagai gempa tsunami langka dan berpotensi merusak,” kata Andrew Newman, peneliti dari School of Earth and Atmospheric Sciences, seperti dikutip dari Science Daily.
Dengan menggunakan sistem ini, menurut Newman, seismolog bisa memperingatkan penduduk setempat dan meminimalisasi korban tewas akibat tsunami.
Sebagai informasi, dibanding gempa biasa yang berlangsung lebih cepat dan langsung mengguncang, gempa tsunami umumnya terjadi secara perlahan-lahan, berlangsung lebih lama, dan tidak banyak mengeluarkan energi.
Untuk mengetahui apakah akan ada tsunami, RTerg akan dikirimi notifikasi dari tsunamiwarning center terdekat bahwa gempa telah terjadi.
Notifikasi itu menyediakan informasi seputar lokasi, kedalaman, dan perkiraan magnitudo gempa. Jika terdeteksi mencapai 6,5 atau lebih tinggi, sistem hanya membutuhkan sekitar 1 menit untuk mengambil data dari sekitar 150 stasiun pendeteksi gempa di seluruh dunia.
Setelah data terkumpul, sistem akan menggunakan algoritma untuk mengukur guncangan dan mengetahui apakah ada pertumbuhan kenaikan energi serta memastikan apakah gempa itu merupakan gempa tsunami atau bukan.
Saat mendeteksi gempa tsunami di Sumatera pada 2010, sistem RTerg membutuhkan waktu 8 menit 30 detik untuk memastikan bahwa tsunami akan terjadi.
Pengembangan teknologi yang dilakukan oleh peneliti dari Georgia Institute of Technology itu dipublikasikan di jurnal Geophysical Research Letters.
“Kami mengembangkan sistem yang secara real time berhasil mengidentifikasi gempa skala 7,8 di Sumatera pada 2010 sebagai gempa tsunami langka dan berpotensi merusak,” kata Andrew Newman, peneliti dari School of Earth and Atmospheric Sciences, seperti dikutip dari Science Daily.
Dengan menggunakan sistem ini, menurut Newman, seismolog bisa memperingatkan penduduk setempat dan meminimalisasi korban tewas akibat tsunami.
Sebagai informasi, dibanding gempa biasa yang berlangsung lebih cepat dan langsung mengguncang, gempa tsunami umumnya terjadi secara perlahan-lahan, berlangsung lebih lama, dan tidak banyak mengeluarkan energi.
Untuk mengetahui apakah akan ada tsunami, RTerg akan dikirimi notifikasi dari tsunamiwarning center terdekat bahwa gempa telah terjadi.
Notifikasi itu menyediakan informasi seputar lokasi, kedalaman, dan perkiraan magnitudo gempa. Jika terdeteksi mencapai 6,5 atau lebih tinggi, sistem hanya membutuhkan sekitar 1 menit untuk mengambil data dari sekitar 150 stasiun pendeteksi gempa di seluruh dunia.
Setelah data terkumpul, sistem akan menggunakan algoritma untuk mengukur guncangan dan mengetahui apakah ada pertumbuhan kenaikan energi serta memastikan apakah gempa itu merupakan gempa tsunami atau bukan.
Saat mendeteksi gempa tsunami di Sumatera pada 2010, sistem RTerg membutuhkan waktu 8 menit 30 detik untuk memastikan bahwa tsunami akan terjadi.
Sistem ini nantinya akan mengirimkan notifikasi setelah hasil penghitungan selesai dilakukan.
“Sebagian besar tsunami tiba di pesisir sekitar 30 sampai 40 menit setelah guncangan terjadi. Jadi, kita punya sekitar 20 sampai 30 menit untuk menyebarkan informasi yang didapat ke instansi terkait,” kata Newman.
Saat ini, Newman menjelaskan, pihaknya tengah berusaha untuk memangkas waktu yang dibutuhkan sistem guna menghasilkan informasi tsunami. Mereka juga akan menulis ulang algoritma yang dibutuhkan agar sistem ini bisa dipasang di seluruh pusat pemantau di seluruh dunia.
“Sebagian besar tsunami tiba di pesisir sekitar 30 sampai 40 menit setelah guncangan terjadi. Jadi, kita punya sekitar 20 sampai 30 menit untuk menyebarkan informasi yang didapat ke instansi terkait,” kata Newman.
Saat ini, Newman menjelaskan, pihaknya tengah berusaha untuk memangkas waktu yang dibutuhkan sistem guna menghasilkan informasi tsunami. Mereka juga akan menulis ulang algoritma yang dibutuhkan agar sistem ini bisa dipasang di seluruh pusat pemantau di seluruh dunia.