Apakah teknologi yang dipakai di e-KTP? RFID? NFC?
Sebetulnya teknologi yang digunakan berbasis smart card bertipe contactless card, yaitu chip smart card yang mampu berkomunikasi dengan pembaca (reader) tanpa kontak langsung secara fisik melainkan menggunakan gelombang radio dengan frekuensi 13,56MHz (sesuai dengan standar yang digunakan untuk itu). Memang bisa dikatakan sebagai bagian dari keluarga RFID yaitu kartu identitas yang menggunakan frekuensi radio. Walaupun ada sebagian pemahaman bahwa yang lazim disebut dengan RFID card biasanya adalah RFID tag yaitu yang tidak dilengkapi dengan kemampuan prosesor lengkap sebagaimana layaknya sebuah 'mini komputer' di dalam kartu.
Kalau diperhatikan di standar yang digunakan yaitu ISO 14443 (tipe A), maka itu sebetulnya adalah standar yang mengatur tentang smart card tipe contactless card, sebagai pengembangan terhadap standar smart card yaitu keluarga ISO 7816.
Dalam perkembangannya, belakangan ini diangkat sebuah teknologi yang memanfaatkan kemampuan induksi dari gelombang elektromagnetik untuk pemanfaatan yang lebih menarik, dengan basis yang tidak terlalu berbeda dengan standar contactless smart card tadi, yaitu beroperasi di frekuensi 13,56MHz. Teknologi ini memberikan keleluasaan bagi gadget untuk melakukan 'komunikasi' antar mesin (M2M : machine to machine), yang dapat dianggap seperti membukakan jalan bagi gadget untuk menjadi contactless reader.
Nah, karena beroperasi pada frekuensi yang sama dan berpijak pada teknologi serta standar yang berdekatan, maka walhasil contactless smart card dapat dengan mudah dibaca oleh perangkat yang sudah dilengkapi dengan chip NFC (seperti smartphone kelas atas saat ini). Sebaliknya, karena prinsip smart card adalah 'mini komputer', maka gadget ber-NFC tersebut juga dapat 'menjelma' (seakan-akan) sebagai sebuah smart card, karena dapat dibaca oleh contactless reader lainnya, bahkan oleh sesama smartphone lainnya.
Tidak ada chip NFC di dalam e-KTP, tapi pembaca NFC dapat dijadikan sebagai pembaca smart card (bahkan e-KTP kalau memang syarat teknis lainnya dipenuhi).
Apakah alatnya aktif atau pasif? Adakah baterei di dalamnya?
e-KTP tidak dilengkapi dengan baterei, karena tenaga penggeraknya berasal dari luar kartu, yaitu dari pembaca (reader). Sebagaimana kita ketahui bahwa dengan prinsip kerja induksi elektris (seperti cara kerja transformator yang dapat menginduksi kumparan lainnya sehingga dapat seakan-akan meneruskan aliran listrik), chip di dalam smart card dapat bekerja kalau diaktifkan oleh reader, untuk kemudian berkomunikasi untuk menyampaikan instruksi yang diarahkan oleh reader. Prinsip induksi seperti ini tidak dapat bekerja pada jarak yang jauh, sehingga biasanya penggunaan contactless smart card berada pada rentang jarak yang cukup dekat (kurang dari 10 cm). Di banyak contoh penggunaan, digunakan istilah 'tap' atau disentuhkan, sebagai pemahaman yang mudah untuk membuat smart card ini bekerja.
Apa cara yang paling tepat untuk membaca sebuah e-KTP?
e-KTP kita saat ini (yang tidak ada chip pad nya diluar sebagaimaan smart card tipe contact) dibaca secara contactless, yaitu dengan disentuhkan atau didekatkan dengan alat pembaca. Bukan dengan ditancapkan ke dalam reader atau digesekkan, karena memang tidak ada media kontak langsungnya. Tapi tidak sembarang reader dapat digunakan untuk membaca e-KTP, karena memang e-KTP dibangun dalam koridor pengamanan tertentu yang mensyaratkan adanya beberapa modul dan protokol pengamanan untuk dapat membaca isi e-KTP.
Apakah e-KTP read-only, atau read-write?
Pada prinsipnya, e-KTP kita ini bekerja seperti sebuah komputer, ada bagian yang berfungsi seperti ROM, dan ada yang berfungsi seperti RAM (atau hard disk) pada komputer. Untuk data penduduk, dibuat dengan dapat diupdate.
Adakah unsur keamanan/enkripsi di dalam data yang disimpan e-KTP?
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, mengingat karakter penduduk Indonesia yang cukup 'kreatif', maka sedari awal e-KTP dirancang dengan prosedur dan modul pengamanan tertentu, bekerjasama dengan Lembaga Sandi Negara. Secara umum, pengamanan diberikan di dalam kartu, dan juga di dalam reader.
Apakah ada informasi mengenai format data di dalam e-KTP supaya informasinya bisa dipakai secara publik?
Pada intinya untuk dapat memakai data e-KTP diperlukan kerjasama antara Kemendagri (sebagai pemilik data penduduk Indonesia) dan pengelola data tersebut (seperti Perbankan, ASKES, JAMSOSTEK dll di kemudian hari). Dan sejauh ini memang format data e-KTP tidak dirancang untuk 'terbuka' melainkan hanya dapat dibaca dengan prosedur dan modul tertentu. Sehingga hanya reader tertentu saja yang diberikan kewenangan untuk membaca e-KTP, tidak sembarang reader.
Apakah benar e-KTP akan rusak jika difotokopi?
Rusak atau tidaknya e-KTP jika difotokopi belum dapat dijawab dengan cepat. Kami tidak menghendaki menjawab secara instan, melainkan perlu dilakukan pengujian teknis. Ada beberapa hal yang bisa saja memiliki korelasi, dari sudut pandang saya yang menekuni bidang semikonduktor, yaitu apabila ada 'rangsangan energi' yang melebihi energi yang digunakan untuk menyimpan data ke dalam chip semikonduktor (yaitu berupa tersimpannya elektron ke dalam posisi tertentu yang membuat semikonduktor mampu menyimpan data), maka bisa saja 'rangsangan energi' tersebut akan mengacaukan susunan elektron tersebut dan menyebabkan memori menjadi terhapus, atau terformat ulang. Kalau panas tertentu, pada hakekatnya sudah pernah dilakukan pengujian terhadap konsistensi data di kartu di dalam suatu rentang tertentu. Jadi saat ini secara teknis belum bisa diambil kesimpulan apapun. Saya sendiri pernah beberapa kali memfotokopi e-KTP saya, dan sejauh ini belum ada masalah. Tapi tetap tidak bisa dijadikan dasar argumen teknis mengenai hal ini.
Apakah e-KTP bisa dibaca dan digunakan oleh alat apapun yang memahami formatnya?
Prinsip pemanfaatan data e-KTP memang menempuh kebijakan 'tertutup', artinya jika ingin membacanya harus berkoordinasi dengan Kemendagri. Ini tentunya merupakan bagian dari melindungi kepentingan penduduk sendiri. Karena hal ini merupakan masalah sensitif di negara berpenduduk lebih dari seratus juta ini. Ini agak berbeda dengan kebijakan di negara lain, misalnya Malaysia. Di sana, pada dasarnya data yang tercetak di kartu adalah data yang 'open', artinya reader apapun (asal sesuai dengan standar yang digunakan), dapat membaca MyKad mereka. Tapi jangan lupa, tipe kartu mereka pada dasarnya adalah contact smart card, sedangkan e-KTP bertipe contactless smart card.
Apakah bisa dibilang e-KTP hanyalah berisi berupa nomor identifikasi (token)?
e-KTP pada dasarnya adalah sebuah smart card, dan tidak hanya berupa token melainkan memang berisi data yaitu data yang tercetak di kartu, plus foto, plus minutiae sidik jari kita (diwakili oleh 2 jari, biasanya telunjuk kiri dan kanan). Itu semua sudah 'hampir' memenuhi kapasitas memori yang sebesar 8KB. Sidik jari lengkap serta data iris mata memang tidak disimpan di dalam e-KTP, melainkan ada di database Kemendagri.
Apa benar e-KTP tidak bisa dipalsukan?
Mengenai bisa dipalsukan atau tidak, itu memang tantangan atau pekerjaan rumah buat kita semua untuk membantu kondisi yang kondusif agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Di dunia modern seperti saat ini, sangat sulit membangun sistem pengamanan yang benar-benar kuat. Sejauh ini, e-KTP sudah dilengkapi dengan sistem pengamanan yang memang selayaknya diterapkan di dalam sebuah kartu identitas penduduk. Dan tidak hanya kartunya atau pembacanya saja yang perlu dilengkapi dengan prosedur pengamanan, kebijakan pengamanan juga perlu diterapkan agar secara sistem lengkap dapat mendukung prinsip keamanan e-KTP.
Apakah e-KTP kedepannya apakah itu dimaksudkan sebagai salah satu alat yg membantu proses pembayaran?
Mengenai apakah e-KTP akan menjadi seperti alat untuk pembayaran, penjelasannya demikian. Memang pada dasarnya sebagai sebuah divais elektronik yang memiliki cara kerja seperti komputer, smart card e-KTP mampu diberi fungsi beragam, dan tidak hanya berfungsi sebagai kartu penduduk saja. Memang salah satu harapan kita agar berbagai aplikasi yang berhubungan dengan masyarakat luas seperti ASKES dan JAMSOSTEK misalnya, dapat terintegrasi dengan e-KTP kita. Tidak hanya itu saja, e-KTP juga misalnya dapat digunakan sebagai alat verifikasi keabsahan penerima bantuan kesejahteraan sosial seperti raskin dll. Sehingga layanan publik akan menjadi semakin mudah dilakukan, rakyat pun tidak akan dibebani dengan kewajiban macam-macam. Karenanya, kita harus membuang kebiasaan mengandalkan fotokopi, karena yang lebih sah adalah data elektronik yang ada di dalam e-KTP, yang dapat dikoneksikan secara luas dalam jaringan layanan publik yang mengandalkan pada database yang dimiliki oleh Kemendagri dan di-share ke berbagai instansi pemerintah terkait lainnya. Pelaksanaan Pemilu juga lebih mudah sekaligus lebih transparan apabila e-KTP sudah terintegrasi ke dalam sistem e-Pemilu, karena tidak perlu ada pencetakan kartu pemilih, karena kita bisa menggunakan e-KTP kita sebagai bukti jati diri Pemilih. Lalu tidak perlu lagi ada tinta Pemilu, karena secara daring bisa terdeteksi apakah seseorang sudah memilih atau belum. Pendek kata, sebetulnya e-KTP ini membuka jalan kita menuju dunia baru administrasi pemerintahan Indonesia, sehingga kalau bisa sama-sama kita kawal agar berhasil, hasilnya akan fenomenal bagi Indonesia.