Berdasarkan sejumlah hadits dan laporan para shahabat, diketahui bahwa urutan rukun Islam setelah shalat lima waktu (setelah Isra’ dan Mi’raj) adalah puasa (diwajibkan pada tahun 2 Hijriyah) yang bersamaan dengan zakat fitrah.
Baru kemudian perintah diwajibkannya zakat kekayaan. Namun demikian Yusuf Al Qardhawi menegaskan bahwa zakat adalah rukun Islam ketiga berdasarkan banyak hadits shahih, misalnya hadits peristiwa Jibril ketika mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah:
“Apakah itu Islam ?” Nabi menjawab: “Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah RasulNya, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan naik haji bagi yang mampu melaksanakannya.” (Bukhari Muslim)
Urutan ini tidak terlepas dari pentingnya kewajiban zakat (setelah shalat), dipuji orang yang melaksanakannya dan diancam orang yang meninggalkannya dengan berbagai upaya dan cara.
Peringatan keras terhadap orang yang tidak membayar zakat tidak hanya berupa hukuman yang sangat pedih di akhirat (misalnya QS 9:34-35; 3:180, dan hadits shahih) juga terdapat hukuman di dunia. Hadits shahih menjelaskan bahwa :
Orang yang tidak mengeluarkan zakat akan ditimpa kelaparan dan kemarau panjang
Bila zakat bercampur dengan kekayaan lain, maka kekayaan itu akan binasa
Pembangkang zakat dapat dihukum dengan denda bahkan dapat diperangi dan dibunuh. Hal ini dilakukan oleh Abu Bakar ketika setelah Rasulullah wafat dimana banyak suku Arab yang membangkang tidak mau membayar zakat dan hanya mau mengerjakan sholat.
Pernyataan Abu Bakar : “Demi Allah, saya akan memerangi siapapun yang membeda-bedakan zakat dari shalat,….”
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dimengerti bahwa zakat adalah asasi sekali dalam Islam, dan dapat dikatakan bahwa orang yang mengingkari zakat itu wajib adalah kafir dan sudah keluar dari Islam (murtad).
Adapun beberapa perbedaan mendasar antara zakat dalam Islam dengan zakat dalam agama-agama lain menurut pengamatan Yusuf Al Qardhawi sebagai berikut:
Zakat dalam Islam bukan sekedar suatu kebajikan yang tidak mengikat, tapi merupakan salah satu fondamen Islam yang utama dan mutlak harus dilaksanakan.
Zakat dalam Islam adalah hak fakir miskin yang tersimpan dalam kekayaan orang kaya. Hak itu ditetapkan oleh pemilik kekayaan yang sebenarnya, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Zakat merupakan “kewajiban yang sudah ditentukan” yang oleh agama sudah ditetapkan nisab, besar, batas-batas, syarat-syarat waktu dan cara pembayarannya.
Kewajiban ini tidak diserahkan saja kepada kesediaan manusia, tetapi harus dipikul tanggungjawab memungutnya dan mendistribusikannya oleh pemerintah.
Negara berwenang menghukum siapa saja yang tidak membayar kewajibannya, baik berupa denda, dan dapat dinyatakan perang atau dibunuh.
Bila negara lalai menjalankan atau masyarakat segan melakukannya, maka bagaimanapun zakat bagi seorang Muslim adalah ibadat untuk mendekatkan diri kepada Allah serta membersihkan diri dan kekayaannya.
Penggunaan zakat tidak diserahkan kepada penguasa atau pemuka agama (seperti dalam agama Yahudi), tetapi harus dikeluarkan sesuai dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan Al Quran. Pengalaman menunjukan bahwa yang terpenting bukanlah memungutnya tetapi adalah masalah pendistribusiannya.
Zakat bukan sekedar bantuan sewaktu-waktu kepada orang miskin untuk meringankan penderitaannya, tapi bertujuan untuk menaggulangi kemiskinan, agar orang miskin menjadi berkecukupan selama-lamanya, mencari pangkal penyebab kemiskinan itu dan mengusahakan agar orang miskin itu mampu memperbaiki sendiri kehidupan mereka.
Berdasarkan sasaran-sasaran pengeluaran yang ditegaskan Quran dan Sunnah, zakat juga mencakup tujuan spiritual, moral, sosial dan politik, dimana zakat dikeluarkan buat orang-orang mualaf, budak-budak, orang yang berhutang, dan buat perjuangan, dan dengan demikian lebih luas dan lebih jauh jangkauannya daripada zakat dalam agama-agama lain.
Sebelum membahas masalah jenis zakat yang wajib zakat, ada baiknya kalau kaji melompat dulu ke pembahasan Tujuan Zakat dan Dampaknya dalam Kehidupan Pribadi dan Masyarakat. Diharapkan dengan memahami tujuan-tujuan zakat ini, akan semakin terangsanglah kita untuk lebih mengetahui masalah zakat ini dan tentu saja untuk mengamalkannya. Tulisan ini akan mengupas dampak zakat dalam kehidupan pribadi, yang akan disambung dengan dampak zakat dalam kehidupan bermasyarakat.
Tujuan zakat dan dampaknya bagi pribadi dapat dipisahkan antara pribadi si PEMBERI dan si PENERIMA.
Zakat bukan bertujuan sekedar untuk memenuhi baitul maal dan menolong orang yang lemah dari kejatuhan yang semakin parah. Tapi tujuan utamanya adalah agar manusia lebih tinggi nilainya daripada harta, sehingga manusi menjadi tuannya harta bukan menjadikan budaknya. Dengan demikian kepentingan tujuan zakat terhadap si pemberi sama dengan kepentingannya terhadap si penerima.
Beberapa tujuan dan dampak zakat bagi si PEMBERI adalah:
1. Zakat mensucikan jiwa dari sifat kikir.
Zakat yang dikeluarkan karena ketaatan pada Allah akan mensucikannya jiwa (9:103) dari segala kotoran dan dosa, dan terutama kotornya sifat kikir.
Penyakit kikir ini telah menjadi tabiat manusia (17:100; 70:19), yang juga diperingatkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam sebagai penyakit yang dapat merusak manusia (HR Thabrani), dan penyakit yang dapat memutuskan tali persaudaraan (HR Abu Daud dan Nasai). Sehingga alangkah berbahagianya orang yang bisa menghilangkan kekikiran. “Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung” (59:9; 64:16).
Zakat yang mensucikan dari sifat kikir ditentukan oleh kemurahannya dan kegembiraan ketika mengeluarkan harta semata karena Allah. Zakat yang mensucikan jiwa juga berfungsi membebaskan jiwa manusia dari ketergantungan dan ketundukan terhadap harta benda dan dari kecelakaan menyembah harta.
2. Zakat mendidik berinfak dan memberi.
Berinfak dan memberi adalah suatu akhlaq yang sangat dipuji dalam Al Qur’an, yang selalu dikaitkan dengan keimanan dan ketaqwaan (2:1-3; 42:36-38; 3:134; 3:17; 51:15-19; 92:1-21)
Orang yang terdidik untuk siap menginfakan harta sebagai bukti kasih sayang kepada saudaranya dalam rangka kemaslahatan ummat, tentunya akan sangat jauh sekali dari keinginan mengambil harta orang lain dengan merampas dan mencuri (juga korupsi).
3. Berakhlaq dengan Akhlaq Allah
Apabila manusia telah suci dari kikir dan bakhil, dan sudah siap memberi dan berinfak, maka ia telah mendekatkan akhlaqnya dengan Akhlaq Allah yang Maha Pengash, Maha Penyayang dan Maha Pemberi.
4. Zakat merupakan manifestasi syukur atas Nikmat Allah.
5. Zakat mengobati hati dari cinta dunia.
Tnggelam kepada kecintaan dunia dapat memalingkan jiwa dari kecintaan kepada Allah dan ketakutan kepada akhirat. Adalah suatu lingkaran yang tak berujung;
Usaha mendapatkan harta —-> mendapatkan kekuasaan —-> mendapatkan kelezatan —-> lebih berusaha mendapatkan harta, dan seterusnya.
Syariat Islam memutuskan lingkaran tersebut dengan mewajibkan zakat, sehingga terhalanglah nafsu dari lingkaran syetan itu. Bila Allah mengaruniai harta dengan disertai ujian/fitnah (21:35; 64:15; 89:15) maka zakat melatih si Muslim untuk menandingi fitnah harta dan fitnah dunia tsb.
6. Zakat mengembangkan kekayaan bathin
Pengamalan zakat mendorong manusia untuk menghilangkan egoisme, menghilangkan kelemahan jiwanya, sebaliknya menimbulkan jiwa besar dan menyuburkan perasaan optimisme.
7. Zakat menarik rasa simpati/cinta
Zakat akan menimbulkan rasa cinta kasih orang-orang yang lemah dan miskin kepada orang yang kaya. Zakat melunturkan rasa iri dengki pada si miskin yang dapat mengancam si kaya dengan munculnya rasa simpati dan doa ikhlas si miskin atas si kaya.
8. Zakat mensucikan harta dari bercampurnya dengan hak orang lain (Tapi zakat tidak bisa mensucikan harta yang diperoleh dengan jalan haram).
9. Zakat mengembangkan dan memberkahkan harta.
Allah akan menggantinya dengan berlipat ganda (34:39; 2:268; dll). Sehingga tidak ada rasa khawatir bahwa harta akan berkurang dengan zakat.
Adapun tujuan dan dampak zakat bagi si penerima:
1. Zakat akan membebaskan si penerima dari kebutuhan, sehingga dapat merasa hidup tentram dan dapat meningkatkan khusyu ibadat kepada Tuhannya.
Sesungguhnya Islam membenci kefakiran dan menghendaki manusia meningkat dari memikirkan kebutuhan materi saja kepada sesuatu yang lebih besar dan lebih pantas akan nilai-nilai kemanusiaan yang mulia sebagai khalifah Allah di muka bumi.
2. Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci.
Sifat hasad dan dengki akan menghancurkan keseimbangan pribadi, jasamani dan ruhaniah seseorang. Sifat ini akan melemahkan bahkan memandulkan produktifitas. Islam tidak memerangi penyakit ini dengan sematamata nasihat dan petunjuk, akan tetapi mencoba mencabut akarnya dari masyarakat melalui mekanisme zakat, dan menggantikannya dengan persaudaraan yang saling memperhatikan satu sama lain.
Berikut ini merupakan kelanjutan dari pembahasan “Tujuan Zakat dan Dampaknya” yang kali ini difokuskan dalam kehidupan masyarakat.
Zakat didasarkan pada delapan asnaf-nya yang tersebut dalam QS 9:60 memperjelas kedudukan dan fungsinya dalam masyarakat yaitu terkait dengan :
Tanggung jawab sosial (dalam hal penanggulangan kemiskinan, pemenuhan kebutuhan fisik minimum (KFM), penyediaan lapangan kerja dan juga asuransi sosial (dalam hal adanya bencana alam, dan lain-lain).
Perekonomian, yaitu dengan mengalihkan harta yang tersimpan dan tidak produktif menjadi beredar dan produktif di kalangan masyarakat. Misalnya halnya harta anak yatim; “Usahakanlah harta anak yatim itu sehingga tidak habis oleh zakat” (Hadits).
Tegaknya jiwa ummat, yaitu melalui tiga prinsip :
Menyempurnakan kemerdekaan setiap individu (fi riqob)
Membangkitkan semangat beramal sholih yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Misalnya berhutang demi kemaslahatan masyarakat ditutupi oleh zakat.
Memelihara dan mempertahankan akidah (fi sabilillah)
Beberapa problematika masyarakat yang disorot oleh Yusuf Al Qardhawi dimana zakat seharusnya dapat banyak berperan adalah:
1. Problematika Perbedaan Kaya-Miskin.
Zakat bertujuan untuk meluaskan kaidah pemilikan dan memperbanyak jumlah pemilik harta (…”Supaya harta itu jangan hanya berputar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”, QS 59:7).
Islam mengakui adanya perbedaan pemilikan berdasarkan perbedaan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki manusia. Namun Islam tidak menghendaki adanya jurang perbedaan yang semakin lebar, sebaliknya Islam mengatur agar perbedaan yang ada mengantarkan masyarakat dalam kehidupan yang harmonis, yang kaya membantu yang miskin dari segi harta, yang miskin membantu yang kaya dari segi lainnya.
2. Problematika Meminta-minta.
Islam mendidik ummatnya untuk tidak meminta-minta, dimana hal ini akan menjadi suatu yang haram bila dijumpai si peminta tsb dalam kondisi berkecukupan (ukuran cukup menurut hadits adalah mencukupi untuk makan pagi dan sore). Disisi lain Islam berusaha mengobati orang yang meminta karena kebutuhan yang mendesak, yaitu dengan dua cara;
menyediakan lapangan pekerjaan, alat dan ketrampilan bagi orang yang mampu bekerja, dan
jaminan kehidupan bagi orang yang tidak sanggup bekerja.
3. Problematika Dengki dan Rusaknya Hubungan dengan Sesama.
Persaudaraan adalah tujuan Islam yang asasi, dan setiap ada sengketa hendaknya ada yang berusaha mendamaikan (49:9-10). Rintangan dana dalam proses pendamaian tsb seharusnya dapat dibayarkan melalui zakat, sehingga orang yang tidak kaya pun dapat berinisiatif sebagai juru damai.
4. Problematika Bencana
Orang kaya pun suatu saat bisa menjadi fakir karena adanya bencana. Islam melalui mekanisme zakat seharusnya memeberikan pengamanan bagi ummat yang terkena bencana (sistem asuransi Islam), sehingga mereka dapat kembali pada suatu tingkat kehidupan yang layak.
5. Problematika Membujang
Banyak orang membujang dikarenakan ketidakmampuan dalam hal harta untuk menikah. Islam menganjurkan ummatnya berkawin yang juga merupakan benteng kesucian. Mekanisme zakat dapat berperan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
6. Problematikan Pengungsi
Rumah tempat berteduh juga merupakan kebutuhan primer disamping makanan dan pakaian. Zakat seharusnya menjadi unsur penolong pertama dalam menangani masalah pengungsi ini.
Demikian intisari pembahasan Tujuan Zakat dan Dampaknya dalam Kehidupan Pribadi dan Masyarakat.
Begitu banyak kemaslahatan masyarakat yang bisa diwujudkan dengan harta zakat zakat, namun apa daya pelaksanaan kewajiban zakat ini masih sangat minim di kalangan ummat Islam. Dua hal yang menyebabkannya: pertama, karena ketidaktahuan ummat mengenai mekanisme zakat ini; dan yang kedua adalah kelemahan ummat dalam mengelolanya.
Sumber: Intisari Fiqih Zakat Al Qardhawi